Industri Hulu Migas (Minyak dan Gas) termasuk industri dengan tingat resiko yang tinggi, sehingga berbanding lurus dengan hasil eksplorasi dan eksploitasi yang dihasilkan. Sampai saat ini sektor migas tetap menjadi penyumbang pendapatan negara Indonesia yang terbesar setelah pajak. Sedangkan di sisi lain, ketika harga minyak dunia turun drastis hingga di level terendahnya 47 dollar AS sejak April 2009, dan mulai naik secara bertahap. Apakah dengan turunnya harga minyak dunia akan berpengaruh terhadap roda perekonomian Indonesia, mari kita mengenal lebih dekat industri hulu Migas Indonesia.
REGULASI PEMERINTAH
Pemerintah dalam hal ini SKK Migas sebagai stake holder adalah mengatur rencana penyelenggaraan kegiatan usaha migas seperti dikutip di bawah ini.
Gambar 1. Peraturan Pemerintah
|
GAMBARAN UMUM KEGIATAN USAHA MIGAS
Secara umum kegiatan industri migas dapat dibagi menjadi 2, yaitu industri hulu (upstream) dan hilir (downstream). Kegiatan di hulu meliputi survey, eksplorasi, pengeboran, baik oleh struktur terpancang maupun terapung. Jika didapatkan hasil minyak atau gas, selanjutnya adalah kegiatan produksi. Dari produksi ini dapat diangkut oleh kapal pengangkut atau oleh pipa penyalur menuju darat untuk dipisahkan minyak atau gasnya yang nantinya menghasilkan bensin, solar, minyak tanah, dan lain-lain. Bisa juga dari minyak mentah atau barang setengah jadi itu langsung diekspor ke luar negeri dan menghasilkan devisa negara atau dikirim ke kilang pemisahan. Inilah tahap kegiatan hulu. Sedangkan tahap kegiatan hilir adalah. Hasil minyak mentah yang diangkut oleh kapal maupun pipa penyalur dikirim ke kilang minyak(refinery). Setelah menjadi bahan bakar yang siap digunakan maka selanjutnya dapat diekspor ke luar negeri atau didistribusikan dalam negeri.
Gambar 2. Alur Bisnis Usaha Hulu Migas
Alur bisnis migas ini memang panjang, dan kegiatan hulu yang akan dibahas di sini memiliki potensi resiko yang paling tinggi dan biaya besar. Perlu diketahui bahwa minyak dan gas adalah senyawa carbon fosil makhluk hidup sehingga cadangan-cadangan minyak semakin lama semakin sedikit. Perlu adanya upaya untuk mempertahankan produksinya
TREN CADANGAN MINYAK DUNIA
"berapa sih cadangan minyak dunia saat ini ? "
Berdasarkan
studi oleh Rystad Energy data, bahwa cadangan minyak dunia tahun 1980 -
2010 memiliki tren menurun Data Grafik Global Discovered Reserves
(Pencarian cadangan Minyak Global) baik eksplorasi minyak di darat (onshore) maupun di laut (offshore)
dengan kedalaman kurang dari 300 m hingga kedalaman lebih dari 1000 m
terlihat tren menurun baik dari sumber minyak dan gas di darat maupun di
laut.
Di lain pihak jumlah penduduk di Indonesia yang besarnya sekitar 240 juta (sumber Badan Pusat statistik) tidak berimbang dengan produksi saat ini. Peringkat cadangan di atas Indonesia dalam hal cadangan minyak adalah Norway dengan cadangan sebesar 10 miliar barrel serta jumlah penduduk berkisar 8 juta saja.
Permasalahan lainnya adalah tren lokasi yang mulai mengarah di laut dalam. Awalnya penemuan minyak adalah di darat. Dengan cadangan di darat semakin habis, akhirnya tren penemuan cadangan minyak berada di laut dengan kedalaman kurang dari 200 meter. Selanjutnya dilakukan ekspansi di kedalaman antara 300-100 meter. Selanjutnya mulai mengarah di laut dalam, yaitu kedalaman lebih dari 1000 meter. Dengan kedalaman lebih dari 1000 meter diperlukan pengerjaan dengan modal dan resiko yang lebih tinggi.
Cadangan minyak Indonesia terhadap dunia bisa kita lihat pada Gambar 4 dengan perkiraan 3.7 Miliar Barrel sedangkan cadangan gas adalah sekitar 103. 3 TCF (trilliun feet kubik). Berdasarkan Kementerian ESDM Direktorat Jendral Minyak dan Gas bumi, produksi Indonesia dapat dilihat di Gambar 7 berikut.
Perubahan paradigma dalam memahami kebutuhan energy, yang saat ini masih dipasok oleh energi fosil. Walaupun ada beberapa yang dipasok oleh energi alternatif lainnya, dengan jumlah yang tidak signifikan. Migas sebagai salah satu lokomotif penggerak ekonomi nasional saat ini menciptakan sebuah pemahanam baru, yaitu kesejahteraan, lapangan pekerjaan, perekonomian. Walaupun pemahaman ini rentan terhadap kestabilan harga dunia. Tingkat inflasi dan perubahan harga minyak menyebabkan indeks biaya sektor hulu migas meningkat di semua wilayah dunia. Berdasarkan sumber WTRG Economics, Baker Hughes, Sierra 2013. Peningkatan biaya di sektor migas terjadi pula di Indonesia. Grafik didapatkan pada tahun 2008 pernah terjadi nilai tertinggi dalam kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2012 seharga 132 USD per barel.
Sebenarnya pada saat penurunan cadangan minyak tidak serta merta hilang cadangan minyak tersebut akan tetapi perubahan jumlah kandungan minyak terhadap pengotornya, yaitu air, pada tahap build up kandungan air maksimum 30% sehingga biaya untuk recovery produksi rendah, sebaliknya pada tahap decline kandungan air pada minyak mencapai 90% mengakibatkan tingginya biaya recovery.
Faktor lainnya adalah tidak berimbangnya jumlah produksi berbanding terbalik dengan konsumsi. Dengan produksi yang hanya berkisar 700 rIbU barrel per hari, dan konsumsi sekitar 1.6 juta barel per hari (sumber Gde Pradnyana, 2014). konsumsi Indonesia meningkat tiap tahunnya sebesar 8%. Sedangkan produksi tiap tahunnya turun sekitar 15-20%. Bagaimana kekurangan pasokan sekitar 900 ribu barel tiap hari? Maka jalan pintasnya adalah impor. Untuk menghindarinya maka perlu cadangan-cadangan minyak baru serta alternatif pasokan energi lainnya seperti gas, CBM (Coal Bed Methane), Panas Bumi, Gelombang laut, dan energi alternatif lainnya.
Faktor terakhir sebagai Tantangan Indonesia adalah program pemerintah untuk subsidi energi. Tercatat berdasarkan sumber Ditjen Anggaran Kemenkeu bahwa penerimaan negara dari sektor hulu migas tersebut dari sisi neraca APBN tergerus oleh belanja subsidi energi. Semenjak tahun 2012 belanja subsidi energi (BBM+listrik) lebih besar dari pendapatan hulu migas.
Permasalahan subsidi semenjak dulu telah menjadi sorotan. Dengan tujuan utama pengelolaan migas adalah pemanfaatan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka menjadi tantangan jika hasil dari migas tergerus oleh adanya subsidi tersebut. subsidi yang tepat sasaran adalah solusi tepat. Peran pemerintah sebagai pengatur kebijakan dan payung hukum perlu untuk ditingkatkan karena pelaksanaan subsidi yang tepat sasaran cukup sulit dilakukan di lapangan. Ini dibuktikan dengan masih banyak adanya pelanggaran yang dilakukan sehingga subsidi yang seharusnya untuk masyarakat yang membutuhkan menjadi tidak berlaku. Selain itu perlu adanya edukasi bagi masyarakat bahwa sebenarnya Indonesia tidak boleh terlalu bergantung pada satu sumber energi fosil minyak dan gas). Karena suatu saat akan terus mengalami penurunan produksi. Sehingga perlunya sebuah inovasi teknologi dari anak bangsa untuk membuat energi baru yang juga dapat diterapkan secara nasional untuk pemanfaatan sebesarnya bagi kemakmuran rakyat.
SUMBER:http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2015/02/27/lebih-dekat-dengan-industri-hulu-migas-704018.html
Gambar 3. Cadangan Minyak Global
|
BERAPA CADANGAN MINYAK dan GAS KITA SEBENARNYA
Melihat
dari tren cadangan minyak dunia yang menurun dari tahun ke tahun.
Begitu pula dengan Indonesia. Berdasarkan BP Statistical Review 2014
Cadangan minyak Indonesia adalah 3.7 BBO (Miliar Barel) dari sumber
yang sama pula, Indonesia memiliki cadangan gas dengan total 103. 3 TCF
(trilliun feet kubik). Terlihat cadangan minyak Indonesia ini besar
sekali, akan tetapi bagaimana jika dibandingkan dengan dengan cadangan
minyak secara global. Cadangan minyak Indonesia yang sebesar 3.7 BBO
(Miliar Barel) hanya sekitar 0.2% dari cadangan minyak dunia. Sedangkan
cadangan gas Indonesia yang sebesar 103. 3 TCF (trilliun feet kubik)
hanya sekitar 1.6% dari cadangan gas dunia.
Gambar 4. 20 peringkat Cadangan Minyak dan gas Dunia
Di lain pihak jumlah penduduk di Indonesia yang besarnya sekitar 240 juta (sumber Badan Pusat statistik) tidak berimbang dengan produksi saat ini. Peringkat cadangan di atas Indonesia dalam hal cadangan minyak adalah Norway dengan cadangan sebesar 10 miliar barrel serta jumlah penduduk berkisar 8 juta saja.
TREN PEMBIAYAAN
Cadangan minyak dunia yang semakin lama
semakin sedikit karena eksplorasi dan eksploitasi. Bagaimana dengan
pembiayaan industri Hulu Migas. Berdasarkan Oil and Gas Capital
Expenditure Outlook, H1 2012 by Global data mengatakan bahwa kebutuhan
akan energi diprediksikan naik hingga 50% selama 30 tahun ke depan.
Dalam konteks Pembiayaan kegiatan Hulu Migas meningkat sejalan dengan
Permintaan kebutuhan energi. Hanya berselang 1 tahun, yaitu (2012-2013)
kenaikan biaya di industri ini mencapai 15, 9 persen. Dari harga untuk
tahun 2012 sebesar US$ 1,036 juta dan tahun 2013 US$ 1,201 juta. Lihat Gambar 5.
Gambar 5. Perkiraan Penanaman Modal MInyak dan Gas
Beberapa variabel kenaikan dalam industri hulu migas berdasarkan sumber Energy Funds Advisors Analysis menyatakan
bahwa tren kenaikan biaya untuk periode 2020 adalah pada permasalahan
geologi, yaitu pada cadangan minyak itu sendiri yang semakin lama
semakin berkurang sehingga akan terdampak pada sektor lainnya.
Permasalahan yang dapat mengakibatkan kenaikan biaya industri hulu
akibat dari penurunan cadangan minyak adalah lokasi. Perlunya
lokasi-lokasi baru karena umur untuk akhir dekade ini telah mencapai
usia tua. Sehingga pencarian lokasi sumur perlu dilakukan. Tidak mudah
mencari cadangan minyak baru karena membutuhkan teknologi, inovasi yang
berbeda, sedangkan riset terus dilakukan.
Penentuan lokasi tidak secara mudah
ditemukan. Minyak merupakan sebuah benda yang keluar dari bawah, dengan
masa jenis minyak lebih ringan daripada air, begitu juga dengan gas yang
masa jenisnya lebih kecil lagi. Secara beurutan massa jenis dan
kerapatan senyawanya dari yang terkecil adalah gas -> Minyak ->
Air. Sehingga secara otomatis gas akan keluar lebih dahulu selanjutnya
minyak. Karena minyak terdapat di antara retakan dan cekungan dalam
tanah, Pencarian minyak di dalam tanah maka perlu dilakukan studi
ultrasonik, dan seismik dari ledakan. Itu pun hasil penacarian dan
setelah dilakukan pengeboran tidak semuanya berhasil. Menurut studi
prosentase keberhasilan dalam pengeboran, tingkat keberhasilan dengan
adanya minyak atau tidaknya dalam pengeboran adalah sebesar 30-40%.
Misalnya saja mengebor 10 sumur, yang keluar hanya 3 sampai 4 sumur
saja. Sehingga tentu saja tidak mudah untuk mendapatkan sumber baru,
dari segi teknis.
Gambar 6. Variabel Biaya Industri Hulu Minyak dan Gas
Permasalahan lainnya adalah tren lokasi yang mulai mengarah di laut dalam. Awalnya penemuan minyak adalah di darat. Dengan cadangan di darat semakin habis, akhirnya tren penemuan cadangan minyak berada di laut dengan kedalaman kurang dari 200 meter. Selanjutnya dilakukan ekspansi di kedalaman antara 300-100 meter. Selanjutnya mulai mengarah di laut dalam, yaitu kedalaman lebih dari 1000 meter. Dengan kedalaman lebih dari 1000 meter diperlukan pengerjaan dengan modal dan resiko yang lebih tinggi.
CADANGAN MINYAK VS KEBUTUHAN
Cadangan minyak Indonesia terhadap dunia bisa kita lihat pada Gambar 4 dengan perkiraan 3.7 Miliar Barrel sedangkan cadangan gas adalah sekitar 103. 3 TCF (trilliun feet kubik). Berdasarkan Kementerian ESDM Direktorat Jendral Minyak dan Gas bumi, produksi Indonesia dapat dilihat di Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Produksi Minyak Bumi dan kondensat (2010-2014)
Pada periode tahun 2010 hingga 2014
terjadi penurunan produksi dengan rata-rata 10 persen per tahun. Di
tahun 2014 produksi minyak total adalah sebesar 700 ribu barel per hari.
Jika kita kalkulasikan secara sederhana bahwa dengan cadangan minyak
sebesar 3.7 milliar barrel dibagi oleh total produksi tiap harinya
adalah sebesar 700 rb barel per hari. Maka kita akan mendapatkan bahwa
cadangan minyak kita akan habis pada sekitar 14 tahun lagi. Kebutuhan
domestik untuk pasokan energi terus meningkat sejalan dengan
perkembangan penduduk dan kebutuhan akan industri. Sehingga di Indonesia
sangat tergantung dengan komoditi ini. Saat ini Migas tidak hanya
sebagai bahan baku industri, akan tetapi menjadi multiplier efek seperti
ketersediaan lapangan pekerjaan, stabilitas nasional politik.
Gambar 8.Profil Produksi Migas Indonesia
Kondisi fakta di lapangan bahwa
sumur-sumur di Indonesia kebanyakan adalah dari jaman Belanda.
Pengoperasian pertama di Indonesia yang tercatat adalah tahun 1966.
Pernah memasuki masa keemasan di tahun 1977 dengan produksi di atas 1, 6
juta Barel per hari. Kestabilan produksi migas hingga sampai tahun
1995. Setelah itu hingga sekarang masuk tahap penurunan (decline
10%-12%/tahun). Sejalan dengan kebutuhan dalam negeri meningkat,
sehingga keperluan pasokan energi selain minyak, yaitu gas penting untuk
dilakukan. Indonesia memiliki cadangan gas sebesar 103.3 TCF (Trilliun
Cubic Feet) hingga kini tren produksi gas masih terus meningkat.
Pengalihan produksi gas yang awalnya untuk kebutuhan ekspor, mulai
digeser untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemenuhan kebutuhan dalam
negeri ditingkatkan menurut data rata-rata 9% sejak tahun 2003 sampai
2013. Setelah tahun 2013 volume gas untuk memenuhi kebutuhan domestik
lebih besar daripada ekspor.
Gambar 9.Peningkatan Pasokan Gas Untuk Memenuhi Kebutuhan Domestik
MIGAS SEBAGAI MULTIPLIER EFFECT
Komoditi Migas telah berpengaruh
terhadap perekonomian suatu Negara. Migas tidak hanya sebagai bahan baku
industri. Akan tetapi telah berpengaruh perekonomian suatu Negara.
Negara sejahtera adalah Negara yang memiliki cadangan minyak yang besar.
Sehingga sektor ekonomi meningkat berpengaruh terhadap kesejahteraan
rakyatnya. Organisasi dunia untuk minyak dan gas OPEC dibentuk untuk
menstabilkan dan menstandarkan harga minyak. Sehingga ketika harga
minyak dunia tidak stabil dan turun akan berakibat perekonomian dunia.
Termasuk Indonesia.
Gambar 10.Multiplier Effect Industri Migas
Perubahan paradigma dalam memahami kebutuhan energy, yang saat ini masih dipasok oleh energi fosil. Walaupun ada beberapa yang dipasok oleh energi alternatif lainnya, dengan jumlah yang tidak signifikan. Migas sebagai salah satu lokomotif penggerak ekonomi nasional saat ini menciptakan sebuah pemahanam baru, yaitu kesejahteraan, lapangan pekerjaan, perekonomian. Walaupun pemahaman ini rentan terhadap kestabilan harga dunia. Tingkat inflasi dan perubahan harga minyak menyebabkan indeks biaya sektor hulu migas meningkat di semua wilayah dunia. Berdasarkan sumber WTRG Economics, Baker Hughes, Sierra 2013. Peningkatan biaya di sektor migas terjadi pula di Indonesia. Grafik didapatkan pada tahun 2008 pernah terjadi nilai tertinggi dalam kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2012 seharga 132 USD per barel.
Gambar 11.Indeks Biaya di Sektor Hulu Migas
TANTANGAN ENERGY DUNIA DAN INDONESIA
Tantangan untuk Dunia dan indonesia
salah satunya adalah faktor cadangan minyak. Saat ini kondisi lapangan
hulu migas pada fase penurunan produksi (decline stage).
Kebutuhan eksplorasi cadangan-cadangan baru mutlak diperlukan. Tren saat
ini seperti dijelaskan sebelumnya adalah mengarah ke Deep water
dan proyek-proyek migas akan mengarah ke timur Indonesia. Selain itu
penemuan-penemuan baru nanti akan lebih didominasi oleh gas. Alternatif
lain untuk menutupi kebutuhan energi telah dilakukan studi dan
pengembanganya. Salah satunya adalah Coal Bed Methane akan tetapi belum signifikan.
Gambar 12.Kondisi Terkini Lapangan Hulu Migas
Sebenarnya pada saat penurunan cadangan minyak tidak serta merta hilang cadangan minyak tersebut akan tetapi perubahan jumlah kandungan minyak terhadap pengotornya, yaitu air, pada tahap build up kandungan air maksimum 30% sehingga biaya untuk recovery produksi rendah, sebaliknya pada tahap decline kandungan air pada minyak mencapai 90% mengakibatkan tingginya biaya recovery.
.
Gambar 13.Perbandingan Minyak dan Pengotor (air) dalam Prosentase
Faktor lainnya adalah tidak berimbangnya jumlah produksi berbanding terbalik dengan konsumsi. Dengan produksi yang hanya berkisar 700 rIbU barrel per hari, dan konsumsi sekitar 1.6 juta barel per hari (sumber Gde Pradnyana, 2014). konsumsi Indonesia meningkat tiap tahunnya sebesar 8%. Sedangkan produksi tiap tahunnya turun sekitar 15-20%. Bagaimana kekurangan pasokan sekitar 900 ribu barel tiap hari? Maka jalan pintasnya adalah impor. Untuk menghindarinya maka perlu cadangan-cadangan minyak baru serta alternatif pasokan energi lainnya seperti gas, CBM (Coal Bed Methane), Panas Bumi, Gelombang laut, dan energi alternatif lainnya.
Gambar 14.Produksi VS Konsumsi
Faktor terakhir sebagai Tantangan Indonesia adalah program pemerintah untuk subsidi energi. Tercatat berdasarkan sumber Ditjen Anggaran Kemenkeu bahwa penerimaan negara dari sektor hulu migas tersebut dari sisi neraca APBN tergerus oleh belanja subsidi energi. Semenjak tahun 2012 belanja subsidi energi (BBM+listrik) lebih besar dari pendapatan hulu migas.
Gambar 15.Subsidi Energy
Permasalahan subsidi semenjak dulu telah menjadi sorotan. Dengan tujuan utama pengelolaan migas adalah pemanfaatan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka menjadi tantangan jika hasil dari migas tergerus oleh adanya subsidi tersebut. subsidi yang tepat sasaran adalah solusi tepat. Peran pemerintah sebagai pengatur kebijakan dan payung hukum perlu untuk ditingkatkan karena pelaksanaan subsidi yang tepat sasaran cukup sulit dilakukan di lapangan. Ini dibuktikan dengan masih banyak adanya pelanggaran yang dilakukan sehingga subsidi yang seharusnya untuk masyarakat yang membutuhkan menjadi tidak berlaku. Selain itu perlu adanya edukasi bagi masyarakat bahwa sebenarnya Indonesia tidak boleh terlalu bergantung pada satu sumber energi fosil minyak dan gas). Karena suatu saat akan terus mengalami penurunan produksi. Sehingga perlunya sebuah inovasi teknologi dari anak bangsa untuk membuat energi baru yang juga dapat diterapkan secara nasional untuk pemanfaatan sebesarnya bagi kemakmuran rakyat.
Siapkah Anak Bangsa Sebagai Pelopor Energi Terbarukan?
SUMBER:http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2015/02/27/lebih-dekat-dengan-industri-hulu-migas-704018.html